Jika anda meragukan bahwa sesungguhnya bangsa Arab telah mengenal Allah SWT jauh sebelum kelahiran nabi Muhammad SAW, maka anggapan seperti itu tidak sepenunya benar. Sebab Al-Quran sendiri yang menegaskan bahwa musyrikin Arab itu kenal betul bahwa tuhan mereka adalah Allah SWT. Dalam salah satu ayat Al-Quran digambarkan bagaimana pengakuan orang Arab jahiyah terhadap keberadaan Allah SWT.
وَلَئِن سَأَلْتَهُم مَّنْ خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ وَسَخَّرَ الشَّمْسَ وَالْقَمَرَ لَيَقُولُنَّ اللَّهُ فَأَنَّى يُؤْفَكُونَ
Dan sesungguhnya jika kamu tanyakan kepada mereka, “Siapakah yang menjadikan langit dan bumi dan menundukkan matahari dan bulan?” Tentu mereka akan menjawab, “Allah”, maka betapakah mereka (dapat) dipalingkan (dari jalan yang benar). (QS Al-Ankabut: 61)
وَلَئِن سَأَلْتَهُم مَّن نَّزَّلَ مِنَ السَّمَاء مَاء فَأَحْيَا بِهِ الْأَرْضَ مِن بَعْدِ مَوْتِهَا لَيَقُولُنَّ اللَّهُ قُلِ الْحَمْدُ لِلَّهِ بَلْ أَكْثَرُهُمْ لَا يَعْقِلُونَ
Dan sesungguhnya jika kamu menanyakan kepada mereka, “Siapakah yang menurunkan air dari langit lalu menghidupkan dengan air itu bumi sesudah matinya?” Tentu mereka akan menjawab, “Allah.” Katakanlah, “Segala puji bagi Allah”, tetapi kebanyakan mereka tidak memahami (nya). (QS Al-Ankabut: 23)
وَلَئِن سَأَلْتَهُم مَّنْ خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ لَيَقُولُنَّ اللَّهُ قُلِ الْحَمْدُ لِلَّهِ بَلْ أَكْثَرُهُمْ لَا يَعْلَمُونَ
Dan sesungguhnya jika kamu tanyakan kepada mereka, “Siapakah yang menciptakan langit dan bumi?” Tentu mereka akan menjawab, “Allah.” Katakanlah, “Segala puji bagi Allah”; tetapi kebanyakan mereka tidak mengetahui. (QS Luqman: 25)
وَلَئِن سَأَلْتَهُم مَّنْ خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ لَيَقُولُنَّ اللَّهُ قُلْ أَفَرَأَيْتُم مَّا تَدْعُونَ مِن دُونِ اللَّهِ إِنْ أَرَادَنِيَ اللَّهُ بِضُرٍّ هَلْ هُنَّ كَاشِفَاتُ ضُرِّهِ أَوْ أَرَادَنِي بِرَحْمَةٍ هَلْ هُنَّ مُمْسِكَاتُ رَحْمَتِهِ قُلْ حَسْبِيَ اللَّهُ عَلَيْهِ يَتَوَكَّلُ الْمُتَوَكِّلُونَ
Dan sungguh jika kamu bertanya kepada mereka, “Siapakah yang menciptakan langit dan bumi?”, niscaya mereka menjawab, “Allah.” Katakanlah, “Maka terangkanlah kepadaku tentang apa yang kamu seru selain Allah, jika Allah hendak mendatangkan kemudaratan kepadaku, apakah berhala-berhalamu itu dapat menghilangkan kemudaratan itu, atau jika Allah hendak memberi rahmat kepadaku, apakah mereka dapat menahan rahmat-Nya? Katakanlah, “Cukuplah Allah bagiku.” Kepada-Nya lah bertawakal orang-orang yang berserah diri. (QS Az-Zumar: 38)
وَلَئِن سَأَلْتَهُم مَّنْ خَلَقَهُمْ لَيَقُولُنَّ اللَّهُ فَأَنَّى يُؤْفَكُونَ
Dan sungguh jika kamu bertanya kepada mereka, “Siapakah yang menciptakan mereka,” niscaya mereka menjawab, “Allah”, maka bagaimanakah mereka dapat dipalingkan (dari menyembah Allah)? (QS Az-Zukhruf: 87)
Lima fiman Allah dalam Al-Quran di atas menjelaskan kepada kita bahwa bangsa Arab musyrikin jahilyah ternyata memiliki keyakinan tentang keberadaan Allah. Bahkan bukan sekedar meyakini keberadaan-Nya, mereka juga mengakui bahwa yang menciptakan langit dan bumi, memberikan rizki, menurunkan hujan, menundukkan matahari, bulan, dlsb adalah Allah.
Jika demikian, lalu apakah tugas nabi Muhammad SAW?
Tugas beliau bukan mengenalkan keberadaan Allah, sebab mereka sudah lama mengenal Allah. Tugas beliau juga bukan untuk menerangkan bahwa Allah adalah tuhan yang menciptakan langit dan bumi, sebab hal itu pun sudah mereka ketahui. Tugas utama beliau adalah memastikan bahwa mereka hanya menyembah Allah semata, satu-satunya Tuhan Yang Maha Esa tanpa membiaskan, apalagi mensekutukan Allah dengan sesembahan lain yang mereka sembah. Itu sebabnya motto dakwah beliau adalah: LAA ILAAHA ILLALLAH, yaitu tidak ada tuhan yang patut disembah dengan haq kecuali hanya Allah semata.
Konsekuensinya, sudah tentu, agama yang dibawa nabi Muhammad SAW pun mewajibkan penghancuran segala bentuk berhala, menafikan semua undang-undang, sistem, agama, ideologi dan peraturan yang bersumber dari selain Allah. Seorang tidak dikatakan muslim sebelum dia mengakui tidak ada tuhan selain Allah, dan tidak ada hukum selain hukum yang Allah turunkan.
Adapun kenalnya orang Arab jahiliyah terhadap nama Allah SWT, karena dahulu ada nabi Ibrahim dan puteranya Ismail alaihimassalam di negeri itu. Bahkan mereka masih setia datang berhaji setiap tahun keliling baitullah. Mereka memang menyebut Ka’bah dengan istilah baitullah (rumah Allah). Bedanya, cara manasik haji mereka sudah jauh menyimpang. Misalnya, mereka thawaf keliling ka’bah dengan bersiul dan bertepuk sambil telanjang tanpa busana.
وَمَا كَانَ صَلاَتُهُمْ عِندَ الْبَيْتِ إِلاَّ مُكَاء وَتَصْدِيَةً فَذُوقُواْ الْعَذَابَ بِمَا كُنتُمْ تَكْفُرُونَ
Sembahyang mereka di sekitar Baitullah itu, lain tidak hanyalah siulan dan tepukan tangan. Maka rasakanlah azab disebabkan kekafiranmu itu. (QS. Al-Anfal: 35)
Dalam Gua Hira
Di dalam gua Hira, Rasulullah SAW memang bukan berdoa dalam arti seperti kita sekarang ini. Sebab beliau memang belum mendapatkan penjelasan langsung dari Allah SWT tentang sosok-Nya. Juga belum ada tata aturan dalam cara beribadah dan berdoa kepada-Nya.
Sehingga yang beliau lakukan bukan berdoa, melainkan menyepi untuk melakukan tahannus. Beliau tentu tidak berkomat-kamit mengangkat tangan ke langit. Namun yang berliau lakukan adalah merenung, berpikir, melakukan evaluasi, serta berdialog dengan diri sendiri. Hingga kemudian Allah SWT berkenan berbicara kepada-Nya lewat perantaraan malaikat Jibril ‘alaihissalam.
Namun perlu diketahui bahwa beliau sebagai orang Arab pun sudah tahu bahwa Allah SWT adalah tuhannya. Bahwa Allah SWT adalah tuhan yang menciptakan langit dan bumi, yang menurunkan hujan serta memberi rizki.
Kekurangan aqidah bangsa Arab jahiliyah ini bukan pada rububiyah-nya, melainkan pada uluhiyah-nya. Di mana mereka belum punya informasi apa pun tentang bagaimana bertauhid kepada Allah dan bagaimana cara beribadah kepada-Nya. Mereka baru sekedar tahu bahwa tuhan itu ada, namanya Allah dan Allah itu menciptakan mereka hingga memberi rizqi.
Kualitas mereka sedikit di bawah para ahli kitab (Yahudi dan Nasrani) yang sudah mengenal Allah dan adanya kitab-kitab suci (yang diturunkan dari) langit, berisi tata cara ibadah serta syariah. Mereka juga mengenal sistem kenabian yang berujud manusia yang mendapatkan wahyu dari langit sebagai hukum yang harus dilaksanakan.
Namun kesalahan fatal para ahli kitab itu ketika mereka tidak mau mengakui bahwa Allah SWT menjadikan Muhammad SAW sebagai Nabi dan ingkar kepada Al-Quran sebagai kitab suci yang terakhir. Kesalahan ini kemudian diperparah dengan sikap ambivalen mereka terhadap agama Islam. Bahkan pada akhirnya mereka malah memerangi dan hendak membunuh Rasulullah SAW.
Maka semua keyakinan mereka sebelumnya tentang Allah, kitab suci, para nabi dan hukum-hukum syariat yang turun kepada mereka, menjadi tidak ada gunanya lagi.
Meski mereka percaya keberadaan Allah, para nabi, dan kitab suci taurat, Zabur, dan Injil, namun karena pembangkangan mereka, Al-Quran memberi para ahli kitab ini status sebagai orang kafir. Hal itu semata-mata karena mereka menolak mengakui Muhammad SAW sebagai nabi, dan Al-Quran sebagai kitab suci Allah.
Namun sebagai penghargaan atas persamaan beberapa asas iman, laki-laki musim dibolehkan menikahi wanita ahli kitab. Demikian juga dengan sembelihan mereka, halal dimakan oleh orang-orang Islam. Meski demikian, mereka tetap masuk neraka, karena tidak menjadikan Allah sebagai satu-satunya tuhan dan karena mereka tidak mengakui bahwa Muhammad adalah utusan Allah.
Wallahu a’lam bishshawab wassalamu ‘alaikum warahmatullahi wabarakatuh,
[Dari ustadz Ahmad Sarwat, Lc.]
0 komentar:
Posting Komentar