Allah Ta’ala berfirman:
إِنَّ الَّذِينَ يَأْكُلُونَ أَمْوَالَ الْيَتَامَى ظُلْمًا إِنَّمَا يَأْكُلُونَ فِي بُطُونِهِمْ نَارًا وَسَيَصْلَوْنَ سَعِيرًا
“Sesungguhnya orang-orang yang memakan harta anak yatim secara zalim, sebenarnya mereka itu menelan api sepenuh perutnya dan mereka akan masuk ke dalam api yang menyala-nyala (neraka).” (QS. An-Nisa`: 10)
Dari Abu Hurairah radhiallahu anhu bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
اجْتَنِبُوا السَّبْعَ الْمُوبِقَاتِ قِيلَ يَا رَسُولَ اللَّهِ وَمَا هُنَّ قَالَ الشِّرْكُ بِاللَّهِ وَالسِّحْرُ وَقَتْلُ النَّفْسِ الَّتِي حَرَّمَ اللَّهُ إِلَّا بِالْحَقِّ وَأَكْلُ مَالِ الْيَتِيمِ وَأَكْلُ الرِّبَا وَالتَّوَلِّي يَوْمَ الزَّحْفِ وَقَذْفُ الْمُحْصِنَاتِ الْغَافِلَاتِ الْمُؤْمِنَاتِ
“Jauhilah tujuh dosa yang membinasakan.” Dikatakan kepada beliau, “Apakah ketujuh dosa itu wahai Rasulullah?” Beliau menjawab: “Kesyirikan kepada Allah, sihir, membunuh jiwa yang diharamkan oleh Allah untuk dibunuh kecuali dengan haknya, memakan harta anak yatim, memakan riba, lari dari medan pertempuran, dan menuduh wanita mukminah baik-baik berbuat zina.” (HR. Al-Bukhari no. 2766 dan Muslim no. 89)
Dari Abu Hurairah radhiallahu anhu dia berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
اللَّهُمَّ إِنِّي أُحَرِّجُ حَقَّ الضَّعِيفَيْنِ الْيَتِيمِ وَالْمَرْأَةِ
“Ya Allah, sesungguhnya aku telah menetapkan sanksi atas hak dua orang yang lemah, yaitu hak anak yatim dan hak seorang wanita.”(HR. Ahmad no. 9289, Ibnu Majah no. 3668, dan dinyatakan hasan oleh Al-Albani dalam Ash-Shahihah no. 1015. An-Nawawi dalam Riyadh Ash-Shalihin menisbatkan juga periwayatan hadits ini kepada An-Nasai).
Maksud kalimat ini adalah bahwa beliau menetapkan dosanya orang yang menelantarkan hak anak yatim dan hak wanita.
Artikel ini sebagai penjabaran dari artikel sebelumnya yang hanya menyebutkan hukum haramnya menzhalimi anak yatim. Di sini disebutkan salah satu contoh menzhalimi serta melanggar hak anak yatim yaitu dengan cara menggunakan harta dari anak yatim tersebut untuk kepentingan pribadi. Dimana terkadang ada seorang anak yang ayahnya meninggal atau kedua orang tuanya meninggal dengan mewariskan banyak harta kepada anak tersebut. Hal ini lalu dimanfaatkan oleh sebagian orang yang gila harta dengan pura-pura menikahi ibu dari anak yatim tersebut atau menjadikan anak yatim tersebut sebagai anak angkatnya atau membawa anak yati tersebut ke rumahnya dengan alasan untuk dia asuh, padahal tujuan utamanya adalah agar dia bisa menggunakan harta warisan anak yatim tersebut untuk kepentingan dirinya.
Maka Allah Ta’ala dan Rasul-Nya mengancam setiap orang yang melakukan perbuatan hina seperti ini bahwa dia telah membinasakan dirinya dan pada hakikatnya yang dia masukkan ke dalam perutnya adalah api neraka, dan ini sekaligus menunjukkan bahwa dosa ini merupakan dosa besar karena di ancam dengan api neraka. Penyebutan ‘memakan’ di sini hanya sebagai pencontohan, karena pada hakikatnya semua ancaman di atas mencakup orang yang menyalahgunakan harta anak yatim walaupun bukan dalam bentuk memakannya.
Adapun jika yang mengasuh anak yatim tersebut juga adalah orang miskin, misalnya dia diasuh oleh paman atau bibinya yang miskin, maka pengasuh ini juga bisa makan dari harta anak yatim tersebut tapi dengan cara yang wajar, tidak melewati batas kewajaran.
Allah Ta’ala berfirman:
وَابْتَلُواْ الْيَتَامَى حَتَّىَ إِذَا بَلَغُواْ النِّكَاحَ فَإِنْ آنَسْتُم مِّنْهُمْ رُشْداً فَادْفَعُواْ إِلَيْهِمْ أَمْوَالَهُمْ وَلاَ تَأْكُلُوهَا إِسْرَافاً وَبِدَاراً أَن يَكْبَرُواْ وَمَن كَانَ غَنِيّاً فَلْيَسْتَعْفِفْ وَمَن كَانَ فَقِيراً فَلْيَأْكُلْ بِالْمَعْرُوفِ فَإِذَا دَفَعْتُمْ إِلَيْهِمْ أَمْوَالَهُمْ فَأَشْهِدُواْ عَلَيْهِمْ وَكَفَى بِاللّهِ حَسِيباً
” ...... Dan janganlah kamu makan harta anak yatim lebih dari batas kepatutan dan (janganlah kamu) tergesa-gesa (membelanjakannya) sebelum mereka dewasa. Barang siapa (di antara pemelihara itu) mampu, maka hendaklah ia menahan diri (dari memakan harta anak yatim itu) dan barangsiapa yang miskin, maka bolehlah ia makan harta itu menurut yang patut.” (QS. An-Nisa`: 6)
[Dari Al-Atsariyyah]
0 komentar:
Posting Komentar